Purbaya Ungkap Proyek Kereta Cepat Whoosh Fokus Pengembangan Ekonomi Kawasan

Rabu, 29 Oktober 2025 | 15:45:10 WIB
Purbaya Ungkap Proyek Kereta Cepat Whoosh Fokus Pengembangan Ekonomi Kawasan

JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) tidak hanya mencari keuntungan finansial. Proyek ini juga memiliki misi besar untuk pengembangan kawasan atau regional development, yang bisa mendorong ekonomi di sekitar jalur kereta.

“(Pernyataan Jokowi) ada betulnya juga sedikit, karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga kan,” ujar Purbaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025. Saat ini, Whoosh memiliki empat stasiun, yakni Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar, tetapi manfaat ekonomi di wilayah sekitar jalur masih perlu ditingkatkan.

Purbaya menilai pengembangan ekonomi lokal harus dioptimalkan, terutama di area pemberhentian stasiun. Hal ini menjadi langkah penting agar masyarakat dan usaha sekitar bisa merasakan manfaat langsung dari proyek kereta cepat.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan bahwa pembangunan Whoosh bukan semata-mata untuk laba, tetapi sebagai investasi sosial. Proyek ini bertujuan mengatasi kemacetan parah di Jabodetabek dan Bandung, yang menimbulkan kerugian hingga lebih dari Rp100 triliun per tahun.

Kemacetan menyebabkan kerugian besar secara ekonomi, mendorong pemerintah membangun transportasi massal seperti KRL, MRT, LRT, kereta bandara, dan Whoosh. Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik, menekan biaya sosial akibat kemacetan dan polusi.

Jokowi menegaskan bahwa transportasi umum diukur dari manfaat sosial, termasuk penurunan emisi karbon, efisiensi waktu, peningkatan produktivitas, dan pengurangan polusi. Subsidi untuk proyek ini dianggap sebagai investasi jangka panjang, bukan kerugian, seperti halnya MRT.

Beban Finansial dan Utang Proyek Whoosh

Di sisi lain, proyek Whoosh menghadapi beban finansial yang cukup besar. Total utang proyek ini tercatat sekitar 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp120,38 triliun (kurs Rp16.500 per dollar AS), dengan 75 persen dibiayai pinjaman dari China Development Bank (CDB) berbunga 2 persen per tahun dengan tenor 40 tahun.

Biaya proyek sempat membengkak akibat cost overrun sebesar 1,2 miliar dollar AS, yang menimbulkan tambahan pinjaman dengan bunga lebih tinggi, di atas 3 persen per tahun. “Untuk loan denominasi dollar AS bunganya 3,2 persen, sedangkan untuk renminbi atau RMB 3,1 persen,” kata Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo pada 9 Januari 2024.

Pinjaman tambahan sebesar 542,7 juta dollar AS digunakan untuk menutup pembengkakan biaya yang menjadi tanggungan konsorsium Indonesia sebesar 75 persen, sementara sisanya berasal dari penyertaan modal negara (PMN) melalui APBN. Beban utang ini menjadi perhatian penting agar proyek tetap berkelanjutan tanpa membebani keuangan negara secara langsung.

Menkeu Purbaya menekankan perlunya alih pengelolaan utang ke BPI Danantara, lembaga investasi yang menaungi beberapa BUMN strategis, termasuk PT Kereta Api Indonesia. Dengan skema ini, pengelolaan utang Whoosh dipisahkan dari APBN, sehingga manajemen utang dapat dilakukan oleh pihak yang lebih berkompeten.

“Kan KCIC di bawah Danantara ya, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa dapat Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage (utang KCJB) dari situ. Jangan kita lagi,” jelas Purbaya.

Skema pemisahan ini bertujuan agar pengelolaan proyek Whoosh lebih profesional dan transparan. Dividen dari perusahaan bisa digunakan untuk membayar utang, sementara pemerintah tetap fokus pada proyek lain dan pengelolaan APBN.

Opsi Penyelesaian Utang dan Dampak Ekonomi

Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, menyampaikan bahwa pihaknya menyiapkan dua opsi untuk penyelesaian utang proyek Whoosh. Pertama, menambah modal (equity) untuk menutupi kebutuhan pendanaan, atau kedua, menyerahkan infrastruktur ke manajemen industri kereta api seperti proyek lain yang sudah ada.

“Apakah kemudian kita tambahkan equity yang pertama atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain,” kata Dony di Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025. Menurutnya, proyek Whoosh telah memberikan dampak ekonomi positif, dengan jumlah penumpang mencapai sekitar 30.000 orang per hari.

Waktu tempuh perjalanan yang lebih cepat juga meningkatkan efisiensi mobilitas masyarakat. Namun, keberlanjutan PT Kereta Api Indonesia sebagai induk dari KCIC juga harus diperhatikan agar pengelolaan keuangan tetap sehat.

Pengalihan utang ke BPI Danantara diharapkan menyeimbangkan kepentingan investor dan pemerintah. Dengan manajemen profesional, proyek kereta cepat dapat terus berjalan tanpa membebani APBN secara langsung.

Selain itu, proyek ini berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalur kereta. Stasiun yang strategis bisa menjadi pusat bisnis, perdagangan, dan layanan publik, memperkuat konektivitas antarwilayah.

Purbaya menekankan bahwa proyek transportasi massal harus dilihat dari sisi manfaat sosial dan regional development. Efek multiplier dari investasi ini meliputi peningkatan produktivitas, kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi lokal.

Optimalisasi jalur Kereta Cepat Jakarta–Bandung dapat menjadi model bagi pembangunan infrastruktur strategis lainnya di Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, proyek ini bisa menjadi instrumen pengembangan kawasan yang berkelanjutan.

Menkeu juga menegaskan pentingnya transparansi dan pengelolaan risiko keuangan dalam proyek infrastruktur besar. Skema alih pengelolaan utang di bawah BPI Danantara menjadi langkah strategis untuk mengurangi risiko pembiayaan yang membebani APBN.

Selain manfaat ekonomi, proyek ini berkontribusi pada pengurangan kemacetan, polusi udara, dan konsumsi energi dari kendaraan pribadi. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan efisiensi transportasi massal di kawasan Jabodetabek–Bandung.

Dampak sosial juga terlihat pada percepatan mobilitas pekerja dan wisatawan. Waktu tempuh yang lebih singkat memberikan manfaat langsung bagi produktivitas dan kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut.

Dengan pengelolaan utang yang terpisah dari APBN, proyek Whoosh dapat berkembang lebih fleksibel. Dana yang tersedia bisa dimanfaatkan untuk investasi tambahan, perawatan infrastruktur, dan pengembangan kawasan di sekitar stasiun.

Purbaya menegaskan bahwa strategi ini memastikan keberlanjutan proyek tanpa membebani keuangan negara. Sistem pengelolaan profesional melalui Danantara akan membuat proyek lebih mandiri dan efisien.

Pada akhirnya, Whoosh bukan hanya proyek transportasi, tetapi juga instrumen pembangunan ekonomi kawasan yang strategis. Manfaat jangka panjang diharapkan dirasakan oleh pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha di sepanjang jalur kereta cepat.

Terkini